Pic: Kunj Parekh via Unsplash

Halo, kembali lagi
Di detik-detik seperti ini, detik-detik tahun berganti memang tabiat Ins adalah aktif ngeblog setelah setahun lebih ngeblogin blog orang (eh) (lhoh) (yaemangkerjamubodo)

Entahlah.

Aku selalu ketakutan akan hal-hal yang belum ada di hadapan.

Mungkin memang aku terjangkit ketakutan luar biasa akan bertambahnya usia. Aku bingung setelah ini mau apa, akan ada apa, akan menjadi apa, akan bermimpi apa

24 tahun.

Tua sekali.

Tahun depan aku sudah menginjak seperempat abad namun dengan kebodohan berabad-abad.

Seseorang bilang padaku, "Hidup agaknya bukan pertandingan. Kamu bukan tandingan siapa pun, dan siapa pun tak perlu kamu tandingi."

Salah?

Tentu.

Tentu tidak.

Memang aku yang salah. Tapi begini, begini. Selama ini aku sedikit pun TIDAK pernah iri mau temanku sesukses apa, mau temanku dapat pasangan kaya raya, mau temanku menikah sejak dahulu kala, mau temanku anaknya seganteng Arjuna, mau temanku jalan-jalan ke Pulau Dewata sampai Negeri Adidaya ...

Aku sedikit pun tidak iri dan selalu berdoa agar tidak dihinggapi perasaan iri.

Tapi saat suatu masa, semua media massa,

mengabarkan kalau seorang perempuan bertatap nelangsa bernama Malala,

mendapatkan Nobel Perdamaian Termuda di Dunia,

sebuah ruang terkecil di hatiku serasa diacak-acak, digaruk-garuk, sekonyong-konyong terkewer-kewer.

Aku malu.

Tiada tara.

Betapa Bill Gates berguna bagi nusa dan bangsa, bagi anak cucu Adam dan Hawa, betapa tanpa Bill Gates aku tidak akan pernah mengedit video karena mengedit video cuman bisa dilakukan di laptop bukan cowek (awas ada yang jawab "di komputer juga bisa!" awas aja pokoknya)

(eh tapi iya ins di komputer juga bisa)

YHA. TRSRH.

Dulu, saat aku masih belasan

Saat aku belum tahu cara menghitung sin cos tang—ya pas udah tahu pun sampai sekarang juga gak paham sih—Tuhan kenapa ih ciptain aku kayak gak bisa ciptain 1000 Malala atau 2000 Bill Gates aja.

Atau seenggaknya kalau 2000 Bill Gates kebanyakan ya 0 aku gitu lah. Biar gak gagal-gagal amat

(amat aja gak gagal—sahut seorang anggota joke om-om)

Semenjak setahun lalu, semenjak aku sudah bekerja dan ini sebuah pekerjaan yang tak jauh dari menulis dan menulis, semenjak aku merasa aku tidak tahu mau apa lagi,

aku tidak ingin apa-apa lagi.

Berulang kali aku bilang aku sudah tidak ingin apa-apa lagi.

Lipstik, hailaiter, aisyedo, kutek, hanyalah hal-hal yang aku ingin-inginkan (sok-sok ingin, padahal enggak ya udahsi)

Setidaknya aku tahu untuk apa aku bertahan hidup.

Karena bila tidak mengingat konter Maybelline yang tiap akhir bulan promo itu, entahlah.

Mungkin aku sudah reinkarnasi menjadi kura-kura laut raksasa tempurung tebal alias penyu (ahelah ngomong penyu aja mbulet)

Sebuah cerita pendek fiksi yang setahunan lalu aku tuliskan.

Berjudul ...

Berjudul apa ya aku lupa (???)

Menceritakan isi otakku yang kuubah ke sosok manusia, sosok perempuan asing dengan raut murung menjadi penumpang kereta. Di sana dia bertemu seseorang asing pula; pria. Lewat secarik kertas bekas yang entah dia temukan dari mana, si perempuan jelmaan isi otakku itu bercerita seputar kehidupan ke si pria tadi. Yang kemudian dia tinggalkan di meja kereta ... dan pergi.

Si perempuan asing dengan raut murung, penumpang kereta

Meninggalkan kereta begitu saja.

Dia hilang. Ke kedalaman laut yang entah di sebelah mana. Tanpa nama, tanpa siapa-siapa.

Bila seseorang nun jauh di sana bilang aku ingin hidup seribu tahun lagi, maka aku akan menyahutnya ...

Aku rela patungan, ambil saja berapa pun sisa usiaku.


Surabaya, 8 November 2018
—Insani yang sudah tidak muda

Post a Comment:

Kind words come from kind heart